Waspadai Napas Cepat pada Anak

http://arsipsehat.blogspot.com/2013/11/waspadai-napas-cepat-pada-anak.html
ArsipSehat ~ JIKA anak Anda terlihat bernapas cepat, apalagi disertai dengan batuk-batuk dan demam, Anda sebaiknya waspada. Bisa jadi buah hati Anda menderita radang paru akut atau pneumonia.

Kasus pneumonia masih tergolong tinggi di Indonesia. Berdasarkan hasil survei demografi dan kependudukan Indonesia (SDKI) 2012 yang dilakukan oleh BPS, BKKBN, dan Kementerian Kesehatan, penyakit ini dan diare dinyatakan sebagai penyebab kematian utama pada balita. Sementara itu, riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007 juga menunjukkan hal yang mirip.

Angka kesakitan pneumonia pada bayi mencapai 2,2% dan balita 3%. Sementara angka kematian pada bayi mencapai 23,8% dan balita 15,5%. Persentase pneumonia pada 2010 juga masih tinggi, yaitu sekitar 38% dari seluruh penyakit pada tahun itu. Tak beda jauh, data lembar fakta Badan Kesehatan Dunia WHO 2013 menunjukkan, pneumonia menjadi pemicu kematian terhadap sekitar 1,2 juta anak setiap tahunnya.

Bisa dikatakan setiap jam, 230 anak meninggal karena pneumonia. Jumlah ini adalah 18% dari kasus kematian anak balita di seluruh dunia, melebihi AIDS, malaria, dan tuberkulosis. Perhatian pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat terkait pneumonia memang masih kurang, yang membuat kasusnya tak beranjak turun. WHO lantas menyebut pneumonia sebagai ”forgotten killer in children” atau pembunuh balita yang terlupakan.

Prof Dr dr Bambang Supriyatno SpA (K) dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta mengatakan, keterlambatan penanganan membuat kondisi pneumonia pada anak menjadi fatal. ”Banyak orangtua yang terlambat membawa anaknya diobati, terutama yang tinggal di daerah terpencil. Apabila sudah parah baru ditangani, pneumonia akan sulit diobati,” ujarnya.

Untuk mengetahui apakah anak Anda menderita pneumonia, tanda-tandanya sebenarnya mudah terlihat. Salah satunya adalah irama napas balita yang lebih cepat melebihi normal. Jika dia mengalami hal tersebut, segera hitung napas si kecil. Untuk anak berusia kurang dari dua bulan, normalnya memiliki jumlah tarikan napas 60 kali per menit.

Sementara itu, bagi bayi berusia 2–12 bulan frekuensinya mesti 50 kali per menit. Adapun balita berusia 1–5 tahun frekuensinya 40 kali per menit. Pemeriksaan napas bayi ini sebaiknya dilakukan saat kondisi bayi rileks, bukan dalam keadaan menangis. Selain napas cepat, yang juga perlu diwaspadai yakni saat anak menghirup napas, terdapat tarikan dinding dada ke dalam yang menyebabkan tertariknya rongga perut.

Gejala makin kentara apabila anak juga mengalami batuk dan demam. “Bila ditemukan tanda-tanda tersebut, kemungkinan anak Anda sudah menderita pneumonia yang akut. Langsung bawa dia ke dokter,” tutur anggota UKK Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.

Bambang yang ditemui dalam acara seminar media “Kenali dan Lawan Pneumonia-Pembunuh Balita No. 1 di Indonesia” oleh IDAI dalam rangka World Pneumonia Day ini memaparkan, pneumonia disebabkan oleh berbagai hal yang dapat menimbulkan terjadinya infeksi. Di dalamnya termasuk bakteri, virus, dan fungi parasit.

Dalam kebanyakan kasus, lanjut dia, penyebab utama pneumonia pada balita adalah bakteri. Paling sering ditemukan adalah bakteri streptokokus pneumonia atau bakteri lain yang kedua paling sering, yaitu haemophilus influenza type b atau Hib, dan penyebab lainnya yang tidak terlalu sering ditemukan berasal dari virus, jamur, ataupun parasit.

Menurut Bambang, penyakit ini dapat ditularkan melalui beberapa cara. Kuman yang secara normal biasa ditemukan pada hidung dan tenggorokan dapat memengaruhi paru-paru jika kuman itu tersedot ke dalam organ dalam tersebut. Penularan juga bisa terjadi melalui udara lewat percikan ludah pada saat bersin, batuk, ataupun berbicara.

Hasil penelitian dan publikasi ilmiah, kata dia, menunjukkan berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian dan kematian akibat pneumonia. Di antaranya umur balita, kondisi medis seperti sakit bawaan, dan ketahanan tubuh termasuk asplenia, HIV sakit jantung, liver, kanker, diabetes, peminum alkohol dan perokok kronis, serta kondisi lingkungan padat polusi dan tingkat ekonomi yang rendah.

”Bayi dengan berat badan rendah, tidak pernah divaksin dan tidak minum ASI juga berisiko tinggi pneumonia karena daya tahan tubuhnya kurang,” kata Bambang.

Prof dr Cissy B Kartasasmita Msc SpA (K) PhD dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-UNPAD/RS Hasan Sadikin Bandung menambahkan, ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah anak terserang penyakit ini. Misalnya, para ibu yang memberikan ASI eksklusif untuk meningkatkan antibodi anak dan memastikan bahwa anak cukup mendapat gizi sesuai kebutuhannya. Misalnya, memberikan vitamin A yang dapat membantu dalam perkembangan sistem kekebalan tubuh balita.

Selain itu, banyak hal lain yang kelihatan sederhana, tapi juga dapat berperan, seperti menerapkan etiket saat batuk dan bersin dengan menutup mulut, tidak lupa menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan menggunakan sabun untuk menghindari kemungkinan penyebaran kuman. Hal yang juga penting, jauhi rokok yang dapat merusak pertahanan alami paru-paru serta lakukan pola makan yang sehat, cukup istirahat dan olahraga yang akan membantu menjaga sistem kekebalan tubuh.

sumber: http://health.okezone.com/read/2013/11/25/483/902059/waspadai-napas-cepat-pada-anak

Belum ada Komentar untuk "Waspadai Napas Cepat pada Anak"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel